Memperhatikan asupan makanan anak sejak dini sangat penting untuk menghindari berbagai permasalahan kesehatan akibat kekurangan gizi. Salah satu cara memastikan anak cukup asupan gizi dengan memperhatikan tinggi badan. Jika anak lebih pendek dari teman seusianya, bisa jadi anak memiliki masalah dengan pemenuhan gizinya.
H. Nor Ipansyah, S.KM, Kasi Perbaikan Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten HSS menuturkan ; kondisi anak pendek yang juga dikenal dengan istilah stunting ini merupakan indikator yang menunjukkan proses kekurangan gizi dalam jangka waktu lama. Kurang gizi bila terjadi dalam waktu singkat misalnya dua minggu maka tanda yang muncul pertama adalah berat badan turun.
Lebih jauh dijelaskan Nor Ipansyah, pertumbuhan di bawah normal ini bisa diketahui dengan melihat kurva pertumbuhan sejak anak lahir. Sebagai indikator kekurangan gizi, stunting biasanya juga diikuti dengan gangguan pertumbuhan lainnya termasuk otak. Sehingga, kemampuan kognitif anak akan lemah. Lebih jauh, kondisi ini akan berpengaruh pada produktivitas anak ketika dewasa nanti.
Oleh karena itu, upaya pencegahan sebaiknya dilakukan sejak bayi masih dalam kandungan. Bahkan pemenuhan nutrisi yang maksimal sudah bisa dimulai sejak ibu mempersiapkan kehamilan. “Sebelum hamil, ibu harus punyastatus gizi yang cukup, sehingga ketika hamil ibu sudah dalam kondisi tubuh yang baik,” ujarnya.
Ketika sudah lahir, awali asupan anak dengan air susu ibu (ASI) eksklusif selama enam bulan. Setelah enam bulan, pastikan makanan pendamping ASI (MPASI) juga berkualitas dengan memperhatikan asupan gizi makro maupun mikro.
“Dari sisi variasi, MPASI harus memenuhi variasi bahan makanan berdasarkanstandar WHO yaitu terdiri dari staple food, protein nabati dan hewani, buah yang kaya vitamin A, produk susu dan turunannya, serta sayur dan buah-buahan lainnya
stunting atau pendek adalah kondisi gagal tumbuh kembang pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama dalam 1.000 hari pertama kehidupan. Penyebab stunting ini multifaktor. Sehingga perlu kolaborasi nutrisionis, dietisien dengan profesi medis, bidan, perawat, sanitarian dan tenaga kesehatan lainnya.
“Terkait perubahan pola makan berarti kita harus melakukan perubahan perilaku dan perubahan perilaku tidak mudah karena berangkat dari kebiasaan yang telah lama dilakukan. Oleh karena itu, perlu peningkatan pendidikan gizi individu dan keluarga.
Pendidikan gizi ini, lanjut Kasi Gizi, harus terus-menerus. Tidak bisa tentatif dan tentu saja untuk keberhasilannya perlu role model dari tenaga kesehatan dan orang-orang yang dipercaya masyarakat. “Pembenahannya pendidikan gizi dan keluarga dengan role model serta jangan lupa kolaborasi tadi, jadi semua profesi dan lintas sektor harus merasa berkepentingan.
Sejalan dengan itu Kasi Kesehatan Keluarga Hj. Latifah, S.ST menuturkan bahwa ; Salah satu faktor yang menyebabkan stunting masih menjadi masalah adalah praktik pengasuhan anak yang tidak baik. Praktik pengasuhan anak yang tidak baik ini meliputi kurangnya pengetahuan orang tua tentang kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, kesadaran dalam memberikan ASI eksklusif hingga pemberian MPASI yang kurang sesuai.
Faktor lain yang menyebabkan stunting masih menjadi masalah kesehatan adalah terbatasnya layanan kesehatan, termasuk layanan ante natal care (ANC), post natal dan pembelajaran dini yang berkualitas.
Dari hasil Fokus Group Diskusi Saat Rakerkesda Kalsel pada bulan April 2018 terungkap bahwa Sektor yang paling harus diintervensi pemerintah adalah kaitannya dengan keamanan pangan. “Dari sisi kesehatan bagaimana bisa mengatasi stunting melalui bidang keamanan pangan seperti kurangnya infrastruktur air bersih.